
Sebuah film yang kamu tonton di mana pun, bisa berarti dua hal; menghiburmu atau membuatmu menyiakan-nyiakan hidup, karena menghabiskan dua jam lebih dan kurang untuk menontonnya. Dan, dua hal itu, bisa membuatmu memberi acungan jempol, atau makian panjang tak berkesudahan. It's okay, asal jangan pernah lupa ini, bahwa saat membuatnya, para filmmakernya tak pernah berniat untuk membuatmu merasa menyia-nyiakan hidup... Bahkan, bukan filmnya saja (yang berdurasi panjang itu) yang dipikirkan, tapi bagian terkecil dari film itu sangat diperhatikan, dan melibatkan sekian puluh bahkan sekian ratus orang. Bagian terkecil itu, disebut FRAME...
Maka, dalam produksi sebuah film, pekerjaan paling menyita konsentrasi adalah tahap pra-produksi. Disinilah sutradara bekerja menterjemahkan naskah yang telah berada ditangannya. Donny Prasetyo, penulis skenario Mati Bujang pernah bilang gini; "Saya dulu membayangkan Mati Bujang itu lebih gelap dari hasilnya sekarang, tapi saya sadar bahwa sutradaranya adalah Fajar yang style nya ngepop banget, but it's okay," katanya usai preview offline. Bekerja selama sebulan lebih membuat konsep Mati Bujang Tengah Malam, para kru bisa memahami keinginan sutradara lewat BLACK BOOK MATI BUJANG TENGAH MALAM yang berisi lengkap dari cerpen asli, skenario final draft, warna filmnya, lokasi dan peta, arah matahari terbit, catatan gangguan suara, jadwal kereta api dan pesawat, hinggal letak kamera akan mengarah kemana. Masing-masing karakter juga mendapatkan referensi dari karakter dalam film tertentu, misalnya sebelum mengerjakan naskah Mati Bujang, Donny Prasetyo mendapat dvd film THANK YOU FOR SMOKING, Eross menonton film DARK, Memed Jantan August menyimak akting Bruce Willis dalam 16 BLOCKS dan Rendi Ferdinal melihat film ALFIE. Sementara handheld film Mati Bujang, mengacu pada film AMORES PEROS dan kamera pun dipercayakan pada DOP yang terkenal jago membuat beauty shot, karena hampir keseluruhan film ini adalah flashback. Jadi harapannya, sesuai dengan keinginan sutradara, yang mengajukan konsep 'keindahan yang menyakitkan'.
Sehingga, dipastikan, jika setiap kru produksi yang terlibat film Mati Bujang ini gemar membaca sejak kecil, maka saat syuting mereka sudah tahu apa yang akan dilakukan... Bahkan, saat syuting, sutradaranya hanya tinggal teriak ACTION dan CUT. Martin Scorsese, sutradara DEPARTED bahkan kisahnya datang ke lokasi syuting saat semuanya telah siap, sehingga ketika turun dari mobil, lengkap dengan jas kebesaran dan topi koboi serta kacamata minusnya, Scorsese melangkah menuju kursi sutradara, berdehem sedikit lalu berteriak ACTION! more, ACTION! setelah puas kemudian CUT! dan segera cabut begitu saja dari lokasi syuting. Karena semua konsep filmnya telah dia tuangkan dalam kertas dan diterjemahkan dengan baik oleh asisten-asistennya dan seluruh kru yang terlibat.
Jadi, jika pernah ada komentar bahwa Fajar Nugroho sebagai sutradara saat syuting Mati Bujang hanya duduk bengong di depan monitor, sesekali merokok dan nggak ngapa-ngapain, ya memang benar, itu bukan gosip. Semua karena, hampir 50 kru film Mati Bujang Tengah Malam, sudah tahu apa yang akan mereka kerjakan, mereka rajin membaca sejak kecil dan gemar menonton film setelah besar... Yang ada malah saat sutradara Mati Bujang telah berteriak bungkus! eh Eross Candra minta take sekali lagi! hehehe...
Bahkan seringnya, sutradara Mati Bujang males berteriak ACTION, dan hanya memilih bilang GOOD, BEAUTIFUL and ONE MORE!
No comments:
Post a Comment